SIJUNJUNG - Jajaran Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Barat akan menindak tambang emas ilegal yang berlokasi dibelakang pasar Tanjung Ampalu, Nagari Tanjung, Kec. Koto VII, Kab. Sijunjung, Sumatera Barat, yang beroperasi dengan skala besar menggunakan 4 alat berat yang diketahui dikelola oleh seorang bernama Sabri.
Tentunya selain mengancam keselamatan, tambang ilegal milik Sabri ini juga berpotensi menghadirkan bencana di masa yang akan datang. Terlebih, biasanya sebagian besar lubang-lubang bekas tambang dibiarkan menganga tanpa adanya reklamasi.
Baca juga:
TNI AL Tangkap 8 Kapal Pencuri Batu Bara
|
Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Kombes Pol Satake Bayu Stianto mengungkapkan, bahwa permasalahan tambang emas ilegal adalah ranahnya Ditkrimsus dan Polres setempat, untuk itu dirinya sudah berkoordinasi dengan Dirkrimsus untuk segera ditindaklanjuti.
“Saya sudah samapikan ke Dirkrimsus, dan akan segara kita tindaklanjuti (para penambang emas ilegal. red), ” jelasnya, Kamis (21/04).
Menanggapi itu, Defrianto Saki seorang pemerhati lingkungan hidup mendukung serta mendesak jajaran Polres Sijunjung dan Polda Sumbar untuk segera menertibkan praktek ilegal tersebut, sebab, menurutnya bahaya dan kerugian yang ditimbulkan akibat pertambangan emas ilegal tersebut tidak sebanding dengan keuntungan yang didapat.
“Penggunaan 4 alat berat jenis eskavator mengindikasikan bahwa para penambang itu bukanlah orang-orang yang tidak memiliki alternatif pekerjaan lain. Pasalnya, harga satu unit alat berat tidaklah murah, ” terangnya ketika dihubungi melalui selulernya, Kamis (21/04).
Bahaya lain, menurut Defrianto adalah masalah dampak mercuri, umumnya praktek tambang ilegal menggunakan mercuri untuk memisahkan emas dengan material lainnya. “Merkuri adalah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dilarang di seluruh dunia berdasarkan Konvensi Minamata untuk Mercuri. Indonesia meratifikasi konvensi ini pada 19 Oktober 2017 dan diperkuat melalui Undang-undang No.11/2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata tentang mercuri, ” pungkasnya.
Faktor keselamatan petambang adalah yang paling utama tambah Defrianto, sebab pertambangan emas ilegal sama sekali tidak memiliki standar keselamatan dan jaminan keselamatan petambang. Pun praktik yang dilakukan pun jauh dari ukuran standard operasi pertambangan yang benar.
“Pertambangan menggunakan alat berat yang limbahnya dibuang langsung ke sungai sudah pasti tidak memenuhi syarat dalam UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup, ”jelasnya.
Cara-cara yang dilakukan oleh para penambang tentu sudah melanggar persoalan izin pertambangan yang memerlukan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) lanjutnya. Hal sama dengan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja yang tetap menempatkan usaha beresiko tinggi sebagai suatu usaha yang wajib Amdal.
“Kebutuhan dan ekonomi masyarakat memang perlu dijaga. Tetapi bukan berarti hal itu menjadi alasan pembenar untuk membiarkan tambang ilegal yang selalu mengundang bencana, ” imbuhnya.
Dari sisi keselamatan petambang menurut Desfrianto, lingkungan maupun kesehatan masyarakat, hasil yang diperoleh dari pertambangan emas ilegal tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkannya.
“Sudah waktunya aparat penegak hukum menindak tegas dan menutup pertambangan emas yang ada di Sijunjung, maupun Kabupaten lain di Sumatera Barat, ’ tutupnya.(JH)